Showing 1–10 of 51 results
TO MY STRANGER
Kepada siapa pun yang tidak
pernah kuketahui,
Kita ditakdirkan
Karena surga telah mengirim
jiwaku terbang
dan menyerbu—untuk
menemukanmu.
Setelah hari-hari yang sedih berlalu. Bulan-bulan pahit memulihkan diriku. Aku menyadari satu hal; yang bukan untukku, sekeras apa pun kupaksakan, tetap saja tak akan menjadi milikku. Yang kuperjuangkan sekuat usahaku, jika kau tak memperjuangkanku sepenuh hatimu, tetap saja kita akan berlalu.
Hidup terlalu pendek untuk dihabiskan dengan kesedihan berkepanjangan. Aku belajar menerima diri; bahwa aku memang bukan orang yang kau inginkan. Kelak, suatu hari nanti kau juga harus belajar menyadari. Bahwa kau sudah kulupakan dan bukan orang yang penting kemudian.
Aku sudah bahagia sekarang. Tak perlu kau cemaskan aku lagi.
Aku sudah ditemukan oleh seseorang. Yang seperti doamu dulu sebelum pergi meninggalkanku;
yang akan benar-benar menyayangiku. Yang akan benar-benar mencintaiku.
Kini aku telah ditemukannya, seseorang yang mencintai aku sebesar cintaku kepadamu dulu;
atau bahkan lebih.
Aku sudah bahagia sekarang. Tak perlu lagi kau khawatirkan kabarku.
Salahmu telah kumaafkan, luka olehmu telah tersembuhkan. Tak perlu lagi merasa bersalah
karena meninggalkan aku, tak perlu lagi kau kasihani keadaanku. Hujan di kelopak mataku tak
lagi memanggil namamu. Di dalam doaku namamu telah digantikan oleh nama yang baru.
Aku sudah bahagia sekarang.
Terima kasih telah memutuskan untuk pergi. Caramu menyakitiku kemarin, adalah cara Tuhan
mempertemukan aku dengannya;
hari ini.
Jadilah yang tenang dalam menghadapi gaduhnya pikiranku. Jadilah peredam dalam riak liar ambisiku. Sungguh tiada bertahan kita, jika saling keras tanpa reda. Sungguh habislah kita jika sama-sama ingin menang sendiri selamanya. Jika aku yang sedang penat, jadilah tempat bersandar untukku rehat. Jika kamu yang sedang lelah, kusediakan segalanya untuk memulihkan yang lemah.
Kita sama; sama-sama saling mencintai.
Yang berbeda hatiku satu tuju; kamu. Sedang hatimu masih tertinggal di masa lalu.
Meski begitu, kita tak saling pergi, demi sebuah cinta yang mungkin akan abadi.
Mungkin, dengan melepasmu, aku belajar satu hal: bahwa cara untuk memelukmu hangat, tak harus selalu dengan kedua lengan.
Karena yang perlu sama-sama kita tahu, setiap orang punya cara masing-masing untuk menghadiahi dirinya saat jatuh cinta. Entah harus mengungkapkan, atau terpaksa harus meredamnya dalam-dalam.
Semua orang pasti pernah merasakan semua tingkat bahagia dan sedih di dalam perjalanan hidupnya. Memasang senyum, meski diam-diam meneteskan air mata; menyimpan luka. Mencoba bertahan dengan keyakinan waktu yang akan menyembuhkan. Namun, kekuatan penyembuh itu sebenarnya ada di dalam diri sendiri, di dalam hati yang terluka. Kunci pembukanya adalah rasa ikhlas untuk melepaskan; menerima luka, dan berbaik hati kepada diri sendiri bahwa kita juga berhak untuk kembali berbahagia.
Aku masih tidak begitu mengerti, merelakan itu seperti apa?
Mungkin seperti suatu hari saat kita sengaja bertemu lagi untuk tidak membicarakan apa-apa. Atau seperti perpisahan-perpisahan yang tak membutuhkan pelukan terakhir?
Seandainya kita tidak pernah benar-benar merelakan, berjanjilah untuk tetap melanjutkan hidup apa pun yang terjadi. Berjanjilah untuk tidak menyesal pada pilihan yang telah kita putuskan.
Tidak dalam rindu; tidak dalam pilu yang sudah berlalu.
Biarkan aku menulismu sekali lagi. Dalam larik yang tak ingin kamu baca; dalam doa yang tak pernah kamu dengar.
Karena ia melangit dan terbuang, di antara mimpi yang sudah usang.