Tepat empatpuluh hari meninggalnya Sobron Aidit, penerbit buku mediakita me-launching buku Melawan dengan Restoran, pada Jumat, 30 Maret 2007. Sebuah buku yang ditulis Sobron Aidit dan Budi Kurniawan. Pada hari yang sama, seperti yang dikabarkan Budi Kurniawan, keluarga Sobron di Perancis pun sedang bersiap-siap memperingati meninggalnya Sobron.
Tepat empatpuluh hari meninggalnya Sobron Aidit, penerbit buku mediakita me-launching buku Melawan dengan Restoran, pada Jumat, 30 Maret 2007. Sebuah buku yang ditulis Sobron Aidit dan Budi Kurniawan. Pada hari yang sama, seperti yang dikabarkan Budi Kurniawan, keluarga Sobron di Perancis pun sedang bersiap-siap memperingati meninggalnya Sobron.
Acara yang digelar di Goethe Institut Jakarta, dibuka Mukti-Mukti band dan film pendek berjudul Klayaban yang diilhami dari kisah hidup Sobron Aidit. AS Laksana, dari penerbit mediakita membuka dengan apresiasi pendek buku ini, "Ini adalah buku yang paling menyenangkan, ringan, dan bersahabat yang ditulis seorang Sobron."
Budi Kurniawan mewakili keluarga Sobron Aidit membacakan sambutan yang ditulis Nita, anak Sobron. Kesan-kesan tentang ayahnya yang penuh kasih sayang pada anak-anaknya yang selalu mengajarkan kecintaan pada negeri Indonesia, serta kekagumannya pada sang ayah yang selalu berdoa sebelum menulis, diungkapkan Nita lewat tulisan. Nita menyebut ayahnya sebagai pabrik cerita yang tak pernah lelah menulis.
Usai pemutaran film pendek, diskusi tentang Sobron Aidit dimulai. Hadir dalam diskusi ini Lisa Bona Rahman, Fajroel Rahman, dan Amarzan Lubis. Fajroel Rahman sebagai moderator memulai rasa penasaran dan keherannya saat menyimak tulisan di buku Melawan dengan Restoran; tulisan Sobron halus sekali. Hal ini dibenarkan Lisa Bona Rahman, seorang peneliti sastra eksil. Ia mengatakan tulisan-tulisan Sobron memang tidak keras, Sobron menulis seperti halnya orang yang menulis surat kepada sahabatnya.
Lisa Bona, menambahkan bahwa Sobron adalah manusia yang serba bisa. "Apapun bisa Sobron tulis, ia menulis cerpen, puisi, dan novel," ujar aktivis ini. Sobron memang serba bisa, dan ia bisa menjadi seorang cheft (juru masak), tambah Amarzan Lubis, seorang wartawan yang pernah tinggal di Pulau Buru.
Sebuah catatan dari pengakuan Amarzan Lubis, Sobron Aidit tidak biasa menjual penderitaan dan tidak menyebarkan dendam. Sebagaimana dituturkan Lisa, Sobron tak pernah bercerita soal kesulitannya karena masalah politik.
Pada giliran Budi Kurniawan, ia menjelaskan awal ketertarikan pada sosok Sobron Aidit. Dilatari dari insting sebagai jurnalis, Budi Kurniawan bersusah payah mengejar Sobron. Sebagai catatan Sobron Aidit sangat trauma dengan wartawan, trauma ini lahir karena banyak wartawan yang menulis tentang dirinya tidak sebagaimana yang ia tuturkan. Lewat sentuhan dan keuletan Budi, Sobron pun luluh dan terharu menyimak tulisan Budi Kurniawan yang lebih obyektif dalam melihat sosok Sobron.
Buku Melawan dengan Restoran ini merupakan wujud kepercayaan Sobron kepada Budi Kurniawan. Sobron Aidit, adik kandung DN Aidit ini bisa menulis cerpen, puisi, novel, ataupun menjadi juru masak. Buku ini berkisah perjuangan hidup dari para kaum eksil di Paris. Sebuah buku ringan yang mengalirkan kecintaan pada kehidupan lewat tulisan yang seringan kapas, dan bukan tentang sebuah dendam ideologi.
Seperti biasanya, usai acara, Budi Kurniawan diserbu peserta untuk meminta tanda tangan dalam buku yang dibagikan gratis dari mediakita.