Kota tanpa Kelamin; Kumpulan Cerpen Lan Fang

Penulis: Ali Zaenal & Nailal Fahmi
Ukuran: 19 x 21 cm
Tebal: vi + 186 hlm
Penerbit: mediakita
ISBN: 979-794-376-3
Harga: Rp47.000,-

Apa Anda terpukau dengan plot yang cepat dan penuh kejutan dalam trilogy film The Bourne, atau heran dengan intrik-intrik di film Salt, atau juga tertarik dengan kecanggihan alat-alat yang dipakai James Bond, maka ingatlah itu hanya cerita fiksi. Film-film tersebut mungkin membuat Anda takjub dan geleng-geleng kepala.

Tahukah Anda, kegiatan spionase seperti film tersebut benar-benar ada di dunia nyata. Seperti dalam cerita fiksi, kasus mata-mata memang cenderung ditutup-tutupi, tetapi beberapa di antaranya bisa terekam media dan menjadi skandal mata-mata yang paling menghebohkan.

Lalu jenis orang seperti apa yang bisa menjadi mata-mata? Mengapa ada orang yang tega mengkhianati negara sendiri dan apa tujuannya? Apakah mereka melakukannya berdasarkan ideologi, uang, cinta, atau hanya kesenangan semata?

Buku di tangan Anda ini menyajikan skandal yang berhasil terungkap baik oleh media atau berdasarkan penyelidikan peneliti. Dari mulai kasus misteri kematian Christopher Marlowe, Mata Hari si penari sekaligus mata-mata yag pernah tinggal di tanah Jawa, Sidney Reilly sang inspirator James Bond, Aldrich Ames mata-mata dengan bayaran terbesar sepanjang sejarah, skandal mata-mata dalam Perang Irak, sampai dengan kisah tentara bayaran CIA yang berhasil ditembak jatuh dari pesawatnya oleh tentara Indonesia.

Sahabatku,

Gerakan kita beranjak dari perasaan risau. Kita risau akan kekayaan alam bangsa Indonesia yang berlimpah, karunia yang begitu besar dari Tuhan Yang Maha Esa bagi bangsa Indonesia, terus-menerus diambil tetapi tidak dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Mari kita lakukan perubahan. Mari kita selamatkan masa depan anak dan cucu kita. Mari kita wujudkan cita-cita Bung Karno, Bung Sjahrir, Jendral Sudirman. Jangan kita kecewakan mereka yang sudah gugur.

Kalau dulu mereka berani mengatakan, merdeka atau mati, sekarang kita harus katakan: Sudah saatnya Indonesia berdiri tegak, teguh, berani, dan optimis.

Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita, siapa lagi? Selamat berjuang!

Sahabatmu, Prabowo Subianto