Description
Judul: Berhala Holocaust; Pertarungan Sengit Zionis & Revisionis
Penulis : Nur Cholis
Harga 25,000
Tebal 142 BW
Ukuran 15×23
Kertas HVS 70 gr
AC 210 gr, di-Laminating doft+spot UV
Lem punggung+wrapping
ISBN 979 (10) 794-068-3 (13) 978-979-068-3
Gereja Katolik Roma pernah mengajarkan bahwa Yahudi adalah setan yang menyerupai manusia. Martin Luther, pemuka Kristen Jerman abad ke-16, menyeru umatnya agar membakar sinagoga dan rumah-rumah Yahudi, dan meminta pemerintah mengusir mereka. Kebrutalan Nazi adalah puncak kebencian terhadap Yahudi di Eropa.
Namun, keadaan berbalik. Di Barat mempertanyaan versi standar “holocaust” adalah kejahatan. Davida Irving didenda 10.000 mark karena menyatakan kamar gas hanya tipuan. Roger Garaudy, menggugat mitos negara Israel, kerap berurusan dengan pengadilan. Robert Faurrison, profesro sasatra Perancis, diminta berhenti mengajar karena mempertanyakan eksistensi kamar gas; ia di adili dan dihukum karena tuduhan “pemalsuan sejarah”, lalu dipukuli oleh teroris Yahudi. Alex Odeh dibunuh pada tahun 1985 di kantornya (Arab Anti-Discrimination Committee) di California. David Cole dipukuli di kampus oleh Liga Pembela Yahudi. Dan masih banyak lagi.
Josemaria Escriva, seorang pastor, dituduh anti-Semit karena menyatakan bahwa Hitler paling cuma membunuh empat juta Yahudi. “Negara Israel berkeras menurut kompensasi kematian enam juta orang, setiap jiwa 5000 mark,” kata Rassinier. Menurut revisionis, kemungkinan besar tujuan mereka adalah menarik simpati dunia serta dukungan politik dan finansial bagi pembentukan negara Israel.
——————————-
“Menyangkal keberadaan Tuhan … atau para nabi dan agama, mereka tidak akan mengusiknya. Tetapi menyangkal mitos pembantaian, semua corong Zionis meneriaki orang itu sejadi-jadinya.” (Mahmoud Ahmadinejad)
“Ahmadinejad orangnya lugas..tak kenal takut.. Jika setengah lusin negarawan memperhatikan nyali, kelugasan, dan kejujuran yang sama mengenai Zionisme Internasional.. Timur Tengah tidak akan semenyedihkan sekarang, tidak bakal ada Perang Teluk…” (Alexander Baron, peserta Konferensi Holocaust di Teheran)