Rumah besar itu tak lagi hangat dan indah. Kini, suasananya suram, taman tak terawat, dan kurang pencahayaan—terutama saat malam menjelang.
Rumah besar itu tak lagi hangat dan indah. Kini, suasananya suram, taman tak terawat, dan kurang pencahayaan—terutama saat malam menjelang.
Hal itulah yang Sandy rasakan saat ia kembali ke kota Malang. Dulu, rumah besar tersebut merupakan rumah sahabatnya, si kembar Careen dan Carla. Selain tampilan rumah, hal lain yang membuat Sandy terkejut adalah berita tentang kedua sahabatnya itu.
Kabarnya, Carla telah meninggal dunia. Ia dibunuh oleh Careen dengan cara dijatuhkan dari bungalow kamarnya. Raut tak percaya menghiasi wajah Sandy saat mendengar kabar itu. Dan yang membuat Sandy makin ingin mencari tahu adalah keberadaan Careen saat ini.
Menurut Timor—penjaga rumah Sandy, Careen masih tinggal di rumah itu. Seorang diri. Ia menjadi gila sejak Carla meninggal dunia. Karena dihantui rasa penasaran dan khawatir terhadap Careen, Sandy mencoba masuk ke rumah itu meski banyak orang yang melarangnya.
Benar saja, keadaan Careen sangat-sangat mengkhawatirkan. Tatapan matanya kosong, wajahnya terlihat sangat pucat, dan tubuhnya kurus tak terawat. Tidak hanya itu, sejak bertemu kembali dengan Careen, Sandy merasa ada sesuatu yang aneh. Ia sering kali merasakan kehadiran Carla. Dan, saat Sandy pulang malam, ia sering mendengar dentingan piano dari rumah itu.
Apa yang sebenarnya terjadi? Benarkah Carla sudah tiada dan siapakah yang memainkan piano tiap pukul 11 malam? Sandy benar-benar tak tahu dan ingin memastikan dirinya tahu, sebelum semuanya benar-benar terlambat.
Denting Piano Pukul 11 Malam karya Kunthi Hastorini akan membuatmu penasaran dengan alur ceritanya dan merasakan debaran jantung tak beraturan saat membacanya.