Temu Penulis

Menemukan Alexandra

Farah

FarahBagaimana seseorang dapat melanjutkan hidupnya tanpa mengetahui siapa dirinya? Bagaimana seorang Alexandra memiliki berjuta pertanyaan mengenai dirinya? Yang sama menarik; bagaimana seorang Farah Hidayati menemukan Alexandara? Simak Farah Hidayati bercerita mengenai Alexandra, novel terbarunya.

Wawancara dengan Farah Hidayati

FarahOrang bilang, masa terindah adalah masa remaja. Tapi tidak sedikit yang menemukan dirinya berada di tengah-tengah kabut pertanyaan. Alexandra  adalah salah satunya. “Siapa aku?” itulah pertanyaan yang terus menyiksa Alexandra .

Dibesarkan oleh ibunya seorang diri, Alexandra tidak pernah mengenal sosok lelaki yang seharusnya mendampinginya tumbuh dewasa. Ia “dipaksa” memahami, dan memiliki persepsi ibunya, bahwa semua laki-laki itu brengsek. Cengkeraman ibu terhadap dirinya, dengan mengatasnamakan proteksi orang tua, membuat Alexandra merasa terkungkung. Sampai suatu hari dalam kehidupan Alexandra, hadir sosok laki-laki bernama Dewa.

Kehadiran Dewa menguatkannya. Tapi tidak lama. Dewa harus pergi meninggalkannya, meninggalkan pertanyaan baru tentang cinta; memberi pengalaman baru tentang kehilangan. Ia terus mencari, berusaha menemukan jawab, dan melakukan pembangkangan pada ibunya.

Alexandra adalah novel kedua Farah Hidayati; novel pertamanya, Rumah Tumbuh, terpilih sebagai pemenang pertama sayembara menulis cerita remaja yang diselenggarakan oleh Grasindo bekerjasama dengan Radio Nederland seksi Indonesia. Farah mengaku, baru setahun ini ia menekuni dunia penulisan secara professional. “Ternyata, banyak orang yang ingin menjadi penulis. Aku tidak sendiri,” katanya, setelah mengetahui jumlah saingannya saat memperebutkan Agromedia Group Writing Scholarship Program dan mengikuti lomba menulis novel. Wawancara ini dibuat beberapa hari sebelum Alexandra diterbitkan. Dua minggu kemudian, Alexandra mengalami cetak ulang.

Berikut petikan wawancara dengan Farah Hidayati, pada Jumat, 3 April 2006, dua hari sebelum keberangkatannya ke Aceh mengikuti suami.

Bagaimana rasanya menerbitkan novel kedua?
Senang. Alhamdullilah.

Buku kedua yang kamu tulis ini….
Ini justru naskah pertama saya.

Naskah pertama?
Buku ini justru naskah pertama yang saya tulis sebelum Rumah Tumbuh. Sebetulnya Rumah Tumbuh adalah karya aku di tengah-tengah Alexandra. Tapi, memang Rumah Tumbuh yang terbit duluan

AlexandraMaksudnya?
Alexandra adalah naskah yang aku selesaikan sepanjang beasiswa menulis dari Agromedia Group di Jakarta School. Kurang lebih setahun yang lalu. Yang bikin lama adalah proses editing-nya. Lamanya proses editing itu yang bikin aku merasa mentok banget, pusing banget. Kebetulan aku membaca pengumuman lomba menulis novel Grasindo di milis. Aku pikir, kayaknya aku harus coba bikin karya baru dulu, deh, buat refreshing sebelum menyelesaikan ngedit Alexandra. Kebetulan waktu itu bahannya ada”sepuluh persennya aku ambil dari skripsiku. Yah, akhirnya jadi Rumah Tumbuh itu. Dan alhamdullilah, menang.

Akhirnya Alexandra masuk proses penerbitan?
Setelah Rumah Tumbuh terbit, aku ditelepon lagi sama mediakita. Diingatin bahwa waktu untuk menyelesaikan editing, yang sempat aku lupakan, tinggal dua minggu lagi. Naskah yang diterbitkan ini adalah versi terakhir dari keseluruhan proses editing.

Dari mendapatkan beasiswa menulis, memenangkan lomba, sampai dua novel diterbitkan; beruntung sekali kamu.
Menurut aku, salah satu yang memperoleh beasiswa menulis, aku memang beruntung. Dulu aku kalau menulis, ya asal tulis. Enggak tahu apa-apa. Setelah aku mengikuti beasiswa menulis itu, aku jadi tahu teknik-teknik menulis yang baik. Aku juga jadi tahu kekurangan-kekuranganku di tulisanku sebelumnya. Banyaklah kemajuan yang aku dapat dalam karya-karyaku. Memenangkan lomba menulis novel itu mungkin adalah impact-nya.

Bagi Farah, bengong dapat membuahkan ide untuk sebuah novel. Kadang-kadang, ketika ia sedang memikirkan sesuatu yang lain, ide yang sama sekali bertolak belakang dengan yang ada dalam pikirannya muncul.

Untuk novel Alexandra, dari mana ide datang?
Dari bengong, aku kepikiran tentang salah satu tahap pencarian jatidiri yang dilalui remaja pada umumnya: menemukan asal usul dirinya. Dari situ idenya. Terus, aku berusaha mikir-mikir, apa yang mau aku angkat? Tadinya aku mau angkat ‘kebingungan-kebingungan’ yang sering dihadapi cewek seumurannya. Cuma, kupikir, yang mengangkat masalah itu sudah banyak. Aku coba pikirin lagi, apa sih yang lebih mendalam? Akhirnya aku putuskan mengangkat latar belakang keluarga Alexandra. Aku lihat, pencarian-pencarian mengenai latar belakang keluarganya yang sama sekali tidak dia ketahui, siapa ayahnya, kenapa ibunya seperti itu, bisa mewakili pertanyaan-pertanyaan di dalam range remaja usia Alexandra.

Dalam novel ini, ada beberapa kurun waktu dalam hidup Alexandra yang kamu tampilkan, kenapa?
Aku pengen memunculkan latar belakang
Alexandra dan apa sih masalah yang dihadapi dia. Supaya orang tidak bingung ‘kok tiba-tiba gini?’, ‘Alexandra kok seperti ini, memangnya dulunya kenapa?’ Itu yang pengen aku munculkan. Tidak seluruhnya, tapi sebagian.

Kamu sendiri pernah mengalami masalah-masalah yang dihadapi Alexandra?
Kayaknya, setiap karya penulis manapun pasti ada kejadian-kejadian yang pernah dialami sendiri oleh penulisnya. Dalam
Alexandra ini, mungkin tidak seluruhnya, tapi ada sepotong-sepotong di beberapa bagian yang pernah aku alami sendiri.
 
Tulisan yang ke depan masih fiksi atau mau mencoba menulis non-fiksi?
Masih fiksi. Novel. Tapi di novel yang ini, aku mau angkat cerita yang agak lebih dewasa. Umur-umur fresh graduate, lah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *