Temu Penulis

Drag Love: Obsesi Kenya pada Valentino Rossi

Kenya, siswi SMU kelas 3, adalah fans berat penunggang motor GP 500, Valentino Rossi. Kenya bukan satu-satunya remaja yang menggilai seorang sosok idola. Tapi Kenya mengubah kegilaannya menjadi sebuah karya. Simak wawancara Kenya mengenai buku barunya, Drag Love.

Wawancara dengan Kenya, penulis novel Drag Love.

KenyaKenya yang saya temui petang itu (Senin, 20 Februari 2006) seperti sosok yang muncul dari halaman-halaman novel Drag Love yang baru saya baca: hitam-manis, tomboy dan keriting. Ia tiba pukul 17.00 setelah menempuh kemacetan dari rumahnya di Kalideres ke Ciputat. Kami baru sekali itu bertemu, tapi saya merasa sudah mengenalnya. Karena ia serupa benar dengan tokoh utama di buku yang ditulisnya, yang juga ia beri nama Kenya.

Drag Love, novel pertama Kenya, bercerita mengenai seorang gadis remaja yang menggilai Valentino Rossi. Obsesinya cuma satu: jadi pacar Valentino Rossi. Untuk menunjang statusnya di masa depan sebagai pacar pembalap motor GP 500, ia belajar naik motor. Dibantu oleh sahabatnya, Hilmi dan Kenji, ia pun ikut klub motor di daerahnya, Die Hard. Di sana ia berkenalan dengan Bagir, yang kemudian menjadi sahabat sejatinya, dan Raga, ketua Die Hard yang galak.

Berikut petikan wawancara dengan Kenyasentana Rakhmanialuhri, siswi kelas 3 Bahasa, SMUN 84 Jakarta:

Ini diary kamu, ya?
Bukan. Sebagian memang gue ambil dari kejadian nyata yang benar-benar terjadi dalam kehidupan gue sehari-hari, tapi gue gabungkan dengan khayalan gue.

Dari mana kamu dapat ide untuk menulis novel ini?
Dari Valentino Rossi. Waktu SMP, gue pernah lihat poster dia. Sejak itu gue jadi sukaaa banget. Gue suka ngayal, ngayal, ngayal tentang Valle, lalu gue tulis.

Kami sama-sama tertawa. Kenya karena malu pada pengakuannya sendiri. Saya karena diam-diam mengingat diri sendiri waktu masih di SMU.

Itu kan tentang Valle. Kalau tentang Die Hard?
Di sekolah gue ada klub motor. Namanya Excel. Gue enggak enak kalau mencomot nama Excel. Jadilah Die Hard. Nama itu diusulkan teman gue, Om Norton”Nama aslinya Nanda, tapi dipanggil Norton karena dia senang memakai baju dengan tulisan Norton.

Info tentang klub motor dan touringnya juga dari dia?
Kalau info-info itu, gue dapat dari anak-anak Excel. Paling banyak sih dari Hilmi.

Ooo… kamu benar-benar ikutan klub motor?
Enggak, enggak. Di novel memang ceritanya gue ikutan Die Hard. Tapi sebetulnya info-info tentang klub motor dan touring, gue dapat dari cerita-cerita Hilmi. (Kenya seolah-olah meniru gaya Hilmi berbicara) “Gue baru balik dari touring. Gue habis dari sini. Touring yang kemarin asik, deh.”

Hilmi yang sama dengan yang ada di novel?
Iya. Karakter-karakter yang ada di buku itu hampir semuanya nyata. Hilmi seangkatan sama gue. Kenji di atas gue. Bagir juga”mukanya seperti gue. Kalau Avo, mantan gue, orangnya nyebeliiiiin banget. Beberapa enggak nyata. Seperti Raga.

Di novelmu, ada tokoh bernama Victoria, teman chatting kamu sesama penggemar Valentino Rossi. Dia benar-benar ada atau khayalan kamu?
Dia benar-benar ada. Kalau Valentino Rossi bertanding di Eropa, Vic pasti nonton. Dia itu, pacarnya teman dekat Vale. Bayangin! (Kenya menarik tangan saya dan sedikit mengguncangnya) Dekat banget, kan, gue sama Valle. Jauh jarak doang.

Nama-nama yang kamu sebut di buku kamu kan orang-orang dalam dunia nyata. Kamu tidak takut digugat karena menggunakan nama mereka?
Enggak. Gue sudah minta izin sama mereka dan mereka enggak keberatan. Kecuali Servo (Avo)”mantan pacar gue yang nyebelin itu. Dia memang benar-benar ada dan benar-benar nyebeliiin. Cuma dia saja yang pakai nama samaran.

Bagaimana cara kamu nulis?
Apa yang kepikiran di kepala atau apa yang gue rasakan, itu yang gue tulis. Gue enggak pernah kepikiran satu paragraph, pasti satu kalimat atau satu kata, di kepala gue. Dari sana, gue kembangkan.

Ada kendala tidak dalam menyelesaikannya?
Kendala? Enggak. Enggak ada yang berarti. Pernah sih kehilangan beberapa file gara-gara virus.

Tidak malu mempublikasikan kehidupan pribadi kamu?
Enggak . Enggak perlu dengar apa kata orang. Kalau menurut gue  keren, ya sudah.

Sejak kecil Kenya memang menyukai menulis. Berawal dari kesukaannya membaca Bobo, bersama ibunya Kenya kecil mulai membuat puisi dan cerpen. Tapi tidak pernah menekuninya secara professional. Setahun yang lalu, ayahnya mendorongnya mengikuti Agromedia Group Writing Scholarship Program. Kenya diterima. Ia mulai mengikuti program belajar menulis selama tiga bulan di Jakarta School.

Drag Love ini hasil kamu menulis selama mengikuti Agromedia Group Writing Scholarship Program?
Ya. Awalnya, naskah yang gue sertakan adalah kumpulan cerpen gue“itu lho, hasil gue ngayalin Vale. Ceritanya beda-beda, endingnya juga.

Bagaimana menjadikannya novel?
Kata Pak Yayan (salah satu pengajar di Jakarta School, red), kalau ingin dijadikan kumpulan cerpen harus ada benang merahnya. Gue pikir, enggak, deh; kenapa enggak dijadikan novel saja sekalian? Dua minggu di Jakarta School, gue tulis bagian awal novel. Cerpen-cerpen tentang Vale itu menjadi bagian tengah. Bagian akhirnya… (Kenya tertawa meringis) gue selesaikan sehari sebelum deadline. Garap sampai jam dua pagi.

Apa yang paling mempengaruhi kamu setelah mengikuti program scholarship ini?
Membaca. Tadinya gue sudah mulai malas membaca buku. Paling baca komik saja. Lama kelamaan, gue pikir, kok gue nulisnya gini-gini aja, enggak ada perkembangan. Semenjak itu gue mulai membiasakan diri untuk membaca lagi. Sekarang gue lagi suka baca buku-buku self improvement.

Kalau urusan menulis, kamu orangnya seperti apa?
Gue orangnya perfeksionis. Kalau menulis, lama banget. Kalau ada yang enggak enak, gue  hapus, gue  tulis lagi. Tapi tetap saja waktu diedit masih ada yang lumpang.

Akhirnya buku ini sudah terbit. Bagaimana perasaan kamu?
Gue seneng banget. Apa lagi kemarin itu, tanggal 16 Februari, bertepatan dengan ulang tahun Vale. Malamnya babe datang bawa buku biru, ternyata buku gue . Ih, pas!

Setelah buku kamu terbit, harapan kamu?
Makin banyak lagi remaja-remaja cewek yang mulai nulis. (Sebetulnya, bukan itu maksud pertanyaan saya). Banyak teman-teman gue enggak tau harus mengirimkan tulisannya ke mana. Mereka pada tanya, “Ih, kok bisa, sih? Lu kirim ke mana? Gue juga punya novel, tapi gue enggak tau ngirimnya ke mana.

Kamu beri tahu?
Iya. Gue kan dulu juga seperti itu.

Kau tidak takut jadi banyak saingan?
Enggak. Biar seru. Biar rame.

Terakhir, masih ada obsesi sama Valle?
Masih. Masiiih banget, asli. Makanya gue pengen buku gue laku; dapat royalty gede biar bisa nonton balap motor GP; ketemu sama dia; terus bisa masuk ke paddock-nya. Aduh! Gue selalu yakin, kalau suatu hari dia ketemu gue, dia pasti naksir sama gue. Serius, deh!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *