Supersemar merupakan salah satu fase gelap dalam sejarah Indonesia. Sebagian menganggap peristiwa itu adalah kudeta terselubung yang dilakukan oleh Soeharto, dengan dukungan Angkatan Darat, kepada Presiden Soekarno. Sebagian lagi menganggap Supersemar adalah keharusan, karena Soekarno telah menempuh langkah yang melenceng dan tak bisa dibiarkan begitu saja.
Perdebatan tentang Supersemar makin menguat bersamaan dengan kegerahan orang terhadap pemerintahan Soeharto yang makin menekan dan terkesan tidak rela untuk meninggalkan kursi kepresidenannya. Ini membuat Supersemar dibicarakan dalam suara negatif: bahwa yang dipegang Soeharto adalah Supersemar palsu-Supersemar yang direkayasa sedemikian rupa sehingga memberi wewenang tak terbatas bagi pemegangnya.
Salah satu media yang gigih mengungkap perkara Supersemar adalah DeTAK. Dalam edisi No. 32, tahun ke-1, tanggal 2-8 Maret 1999, DeTAK mengangkat satu laporang yang cukup lengkap tentang Supersemar dengan menampilkan narasumber yang sebelumnya “diancam” agar tidak bersuara.
Kumpulan artikel dan pemberitaan tentang Supersemar di DeTAK itu diterbitkan lagi dalam bentuk buku yang berjudul Misteri Supersemar. Buku yang diterbitkan oleh mediakita ini juga dilengkapi hasil wawancara dengan Ali Ebram, si pengetik Supersemar.